Selasa, 20 Oktober 2009

Rekayasa Kedelai Transgenik

Rekayasa Kedelai Transgenik
Pangaea kedelai transgenik bebas beredar di pasaran Indonesia. Bukan karena rasanya yang enak atau murahnya, namun ketiadaan peraturan dan petunjuk teknis dianggap sebagai legitimasi beredarnya produk ini. Meski tanpa adanya tekanan dari para petani lokal.
Adalah Indonesia, yang selama ini menjadi negara konsumen pangan hasil rekayasa genetika ini. Berdasarkan hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sejak tahun 2001, 2002, dan 2005, terhadap beberapa produk diantaranya panganan yang selama ini merupakan menu kegemaran para konsumen warteg alias 'warung tegal', tahu dan tempe. Dari kedua panganan itu ditemukan kandungan kedelai yang merupakan hasil rekayasa genetika.
"Dikhawatirkan, jangan-jangan kedelai itu membuat konsumen keracunan dan gatal-gatal karena sudah disisipi gen bakteri dalam inti selnya. Alergi timbul karena ada protein baru yang terbentuk dalam biji kedelai transgenik. Protein baru ini masih asing bagi konsumen protein kedelai biasa," jelas Ilyani S. Andang, peneliti dari Departemen Riset YLKI.
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2005 tentang keamanan hayati produk rekayasa genetika, disebutkan sebelum produk beredar, perlu diberlakukan pengkajian resiko dan pengujian terlebih dahulu. Yang meliputi teknik perekayasaan, efikasi dan persyaratan keamanan hayati. Untuk proses itu, peraturan pemerintah tadi juga sudah menunjuk Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (TTKHKP) di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Namun sampai sekarang, tim ini belum juga terbentuk. Sehingga produk rekayasa genetika bebas beredar di pasaran.
Pangan yang mengandung materi rekayasa genetika menurut hasil penelitian YLKI adalah produk pangan impor seperti jagung, kedelai, dan kentang olahan. “Kebanyakan kedelai transgenik datang dari Amerika yang menguasai 60 persen pasar kedelai dunia. Sedangkan kebutuhan kedelai kita 70 persennya tergantung dari impor,”.
Umumnya kedelai lokal mudah dibedakan secara fisik dengan kedelai impor hasil rekayasa genetika. Kedelai transgenik yang beredar umumnya adalah jenis roundup ready yang besar-besar dan bagus butirannya. Sedangkan kedelai lokal umunya kecil-kecil. Namun jika sudah becampur menjadi produk olahan seperti tahu, tempe dan kecap, tanpa analisis laboratoroum sulit untuk diketahui apakah produk transgenik atau tidak.
Prosedur pengamanan yang juga penting adalah pelabelan. Sampai saat ini belum ada aturan bagaimana sistem dan prosedur pelabelan untuk pangan transgenic. “Misal kalau di luar negeri, materi transgenik dibawah 1 persen tidak perlu label, tapi kalau diatas 5 persen perlu. Sampai sekarang belum ada standar untuk ini,”.
Produk transgenik yang sebagian besar impor ini bahkan saat kini telah bercampur dengan produk lokal sehingga sulit dipisahkan dan dibedakan. Lagi-lagi melanggar PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan yang mengharuskan produk transgenik diberi label sebelum diedarkan.
Apa Itu Kedelai Transgenik
Kedelai transgenik merupakan tanaman yang merupakan hasil dari proses rekayasa genetika. Sebuah proses yang dipakai dalam dunia kedokteran untuk mendapatkan bentuk-bentuk baru yang lebih bernilai dapat dengan mudah dimaksudkan, meskipun rekayasa yang dilakukan adalah rekayasa populasi (melalui seleksi).
Pada tanaman transgenik, hasil rekayasa genetika dibuat untuk beberapa tujuan yaitu : pengembangan teknik transformasi baru, studi dasar mengenai peranan atau fungsi suatu gen, dan perbaikan tanaman untuk tujuan khusus. Dengan rekayasa genetika sudah dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki sifat baru seperti tanaman transgenik yang tahan terhadap hama, tanaman kedelai yang tahan terhadap herbisida dan tanaman transgenik yang mempunyai kualitas hasil yang tinggi.
Tanaman transgenik direkayasa pertama kali pada tahun 1980-an, yakni melalui proses mentransfer gen b–faseolin dari kacang-kacangan ke kromosom bunga matahari. Dalam rekayasa genetika untuk bibit pangan nabati telah berkembang dengan luas begitu pula produk rekayasa genetika pada hewan misalnya produksi hormon untuk meningkatan kuantitas maupun kualitas dari pangan hewani.
Dengan adanya produk-produk rekayasa genetika tersebut dapat dikatakan bahwa produk rekayasa genetika khususnya bahan pangan mengintroduksi unsur toksis, bahan-bahan asing dan berbagai sifat yang belum dapat dipastikan dan berbagai karakteristik lainnya. Oleh karena itu muncullah berbagai kekhawatiran dalam menggunakan dan mengkonsumsi bahan pangan transgenik.
Dampak Kesehatan
Ada kekhawatiran apabila manusia memakan organisme khususnya tanaman transgenik yang mengandung gen Bt-endotoxin akan mati karena keracunan. Kekhawatiran tersebut didasari oleh sifat beracun dari gen Bt terhadap serangga, karena serangga yang memakan tanaman transgeniktersebut akan mati akibat racun gen Bt.
Kekhawatiran lain dari tanaman hasil rekayasa genetik adalah sebagai penyebab alergi. Satu sampai dua persen orang dewasa dan 4 - 6% anak-anak menderita alergi akibat makanan. Beberapa komoditas yang digunakan sebagai bahan makanan diketahui dan dikenal sebagai sumber bahan penyebab alergi (allergen) seperti brazil nut, crustacean, gandum, ikan, kacang tanah, kedelai dan padi.
Jadi berbahaya atau tidak tanaman transgenik itu dikonsumsi ?
Jika produk rekayasa itu dilakukan dengan memasukkan prinsip-prinsip etika moral maka tanaman transgenik tersebut tidak berbahaya bagi konsumen. Sebagai contoh, di Indonesia pada awal tahun 2001 dihebohkan dengan kasus penyedap rasa (monosodium glutamat) yang diproduksi dengan menggunakan enzim yang diisolasi dari gen babi, yang haram hukumnya bagi mereka yang menganut agama Islam. Hal ini dapat dikategorikan sebagai kekhawatiran yang berdampak negatif mengkonsumsi bahan transgenik terhadap gangguan etis dan agama.
Dalam perkembangannya di Indonesia, sampai saat ini belum ada laporan ilmiah yang membuktikan bahwa mengkonsumsi pangan transgenik menyebabkan gangguan kesehatan. Selain reaksi alergis (hal inipun gen dan produknya telah ditarik dari persedaran) maka dapat dikatakan pada saat ini pangan transgenik belum berbahaya bagi kesehatan.
Di luar negeri telah dikeluarkan petunjuk dan rekomendasi mengenai bioteknologi dan keamanan pangan. Misalnya di Amerika Serikat keamanan pangan termasuk produk rekayasa genetika ditangani oleh suatu badan yaitu Food and Drug Administration (FDA) . Badan ini membuat pedoman keamanan pangan yang bertujuan untuk memberikan kepastian bahwa produk baru (termasuk yang berasal dari hasil rekayasa genetika) sebelum dikomersialkan produk tersebut harus aman untuk dikonsumsi dan masalah keamanan pangan harus dukendalikan dengan baik. FDA akan melakukan telaah ulang terhadap produk asal tanaman transgenik apabila terdapat pengeluhan atau pengaduan dari publik yang disertai dengan data yang bersifat ilmiah. Gen yang ditransfer pada tanaman menghasilkan tanaman transgenik oleh FDA disepadankan dengan food additive yang dievaluasi secara substansi sepadan.
Referensi:
www.google.com
www.wikipedia.com
www.mediaindonesia.com

Rabu, 07 Oktober 2009


Penanaman Teh

Pengenalan Tanaman Teh

Tanaman teh merupakan tumbuhan berdaun hijau yang termasuk dalam keluarga Camellia yang berasal dari Cina, Tibet dan India bagian Utara. Ada dua varietas utama tanaman teh. Varietas berdaun kecil, dikenal sebagai Camellia sinensis, yang tumbuh dengan baik di daerah pegunungan tinggi berhawa dingin di Cina tengah dan Jepang. Varietas berdaun lebar, dikenal sebagai Camellia assamica, yang tumbuh paling baik di daerah beriklim tropis yang lembab, di India bagian utara dan Szechuan dan propinsi Yunnan di Cina. Tanaman teh mempunyai daun berwarna hijau gelap, mengkilap, berukuran kecil, dan berbunga putih.

Bermacam-macam hasil penyilangan yang berasal dari dua spesies tersebut diatas telah dikembangkan agar sesuai dengan beberapa kondisi.

Menurut pepatah Cina kuno, ‘'teh yang unggul berasal dari pegunungan tinggi”. Dataran tinggi dan kabut di pegunungan berfungsi sebagai pelindung terhadap sinar matahari yang terlalu terik dan memberikan temperature serta kelembaban yang sesuai, sehingga dedaunan dapat tumbuh dengan lambat dan tetap lunak. Seperti halnya dengan minuman anggur, kualitas dan rasa istimewa teh dipengaruhi baik oleh lingkungan (tanah, suhu, dan ketinggian tempat) dan pembuat teh (yang menentukan kapan dan bagaimana daun teh dipetik serta pemprosesannya).

Kebanyakan tanaman teh memiliki fase pertumbuhan dan periode dorman, biasanya selama musim dingin. Daun teh dipetik pada saat tunas baru (atau “pucuk daun muda”) muncul. Pada daerah beriklim lebih panas, tanaman teh memiliki beberapa tunas dan dapat dipetik sepanjang tahun. Pada kondisi yang lebih dingin di dataran tinggi, memiliki musim panen tersendiri. Daun dari tunas yang lebih awal tumbuh, umumnya pada musim semi, mempunyai kualitas yang terbaik.

Jenis teh terdiri dari empat kelompok utama: teh hijau, teh hitam, teh oolong, dan teh putih. Semua jenis teh tersebut berasal dari tanaman yang sama. Varietas khusus dari tanaman teh dan cara pemrosesan daun teh setelah pemanenan menentukan jenis teh yang dibuat.

Keadaan Tanah Pada Penanaman Teh

Tanaman teh terutama tumbuh di daerah tropis diantara garis balik Cancer dan Capricorn, memerlukan curah hujan hingga 1000-1250 mm per tahun, dengan temperatur ideal antara 10 hingga 30 °C. Tanaman teh tumbuh pada permukaan laut hingga 2400 meter.

Kebun teh (perkebunan teh) adalah tempat dimana teh yang mempunyai potensi rasa enak dihasilkan, dengan perawatan serta perhatian untuk memastikan kondisi pertumbuhan terbaik yang mungkin dibuat. Sebagai contoh dengan penanaman pohon untuk menyediakan tempat yang teduh, atau penanaman tanaman penghalang angin, untuk mencegah kerusakan yang diakibatkan oleh angin kencang, terutama di dataran Assam .

Tanaman teh ditumbuhkan secara berbaris dengan jarak satu meter. Pohon teh harus dipangkas setiap empat atau lima tahun dengan tujuan untuk memudakan kembali dan memelihara supaya mempunyai tinggi yang tetap untuk memudahkan para pemetik teh, memetik teh. Hal ini dikenal dengan istilah “Tabel Pemetikan”.

Pohon teh mampu menghasilkan teh yang bagus selama 50 – 70 tahun, namun setelah 50 tahun hasil produksinya menurun. Pada saat tersebut pohon yang sudah tua sudah saatnya digantikan dengan pohon yang masih muda yang telah ditumbuhkan di perkebunan untuk pembiakan tanaman muda.

Hasil Dari Perkebunan Teh

Pemetikan dilakukan tergantung pada cuaca; tumbuhan baru dapat dipetik dengan interval 7 – 12 hari selama musim pertumbuhan. Pemanenan teh membutuhkan banyak tenaga dan tenaga kerja intesif (antara dua sampai tiga ribu daun teh dibutuhkan untuk memproduksi hanya satu kilo teh yang belum terproses) dan prosedur yang digunakan memerlukan keahlian khusus.

Pemetik teh, belajar mengenali dengan tepat pucuk daun mana yang harus dipetik. Hal ini penting, untuk memastikan kelunakan daun yang dipetik menghasilkan teh yang terbaik.

Setelah pemetikan, daun teh dibawa ke pabrik untuk diproses lebih lanjut. Lokasi perkebunan teh pada umumnya berdekatan dengan pabriknya.



Faktor Pendukung Kesuburan Tanaman Teh

  1. Bobot Isi Tanah

    Hasil analisis uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% untuk selisih bobot isi tanah setelah 3 bulan sejak perlakuan menunjukkan bahwa, peningkatan bobot isi tanah oleh kelima jenis bokashi tidak berbeda nyata. Perbedaan nyata hanya terdapat antara pupuk anorganik dengan semua bokashi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa bobot isi tanah pada tanah yang dipupuk dengan pupuk anorganik makin tinggi. Sedangkan bobot isi tanah pada tanah yang dipupuk oleh bokashi cenderung tidak berubah. Ketidakberubahan tersebut tampak dari selisih bobot isi tanah oleh bokashi kotoran sapi yang turun, yang tidak berbeda nyata dengan selisih bobot isi tanah oleh bokashi yang lain yang tampak naik.

    Peningkatan bobot isi tanah oleh pupuk anorganik diduga terjadi karena pupuk anorganik mengandung unsur-unsur hara yang tidak diperlukan oleh organisme tanah, sehingga aktivitas organisme tanah berkurang, yang menyebabkan berkurangnya zat-zat perekat butiran-butiran tanah, seperti getah dan lilin, yang berguna untuk membentuk agregat-agregat tanah. Di samping itu, curah hujan yang tinggi meningkatkan kadar air tanah, sehingga melewati batas merekat dari tanah tersebut. Menurut Hardjowigeno (2003) bila kadar air tanah lebih tinggi dari batas merekat, tanah akan mudah merekat pada benda lain. Dengan demikian agregat-agregat tanah yang asalnya lepas, menjadi lengket dan bersatu membentuk tanah yang kompak.

    b. C-Organik Tanah

    Dari hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5% untuk C-organik tanah mengindikasikan bahwa, berbagai bokashi memberikan pengaruh yang berbeda. Perbedaan nyata terdapat pada bokashi kotoran sapi. Bokashi kotoran sapi memiliki nilai C-organik tanah terbesar. Walaupun nilai ini tidak berbeda nyata dengan bokashi sampah pasar, tetapi bokashi sampah pasar tidak berbeda nyata dengan hijauan, sedangkan bokashi kotoran sapi berbeda nyata dengan hijauan, karena itu bokashi terbaik dalam peningkatan C-organik tanah adalah bokashi kotoran sapi.

    Peningkatan C-organik tanah oleh bokashi, terutama oleh bokashi kotoran sapi, menunjukkan bahwa untuk mengatasi menurunnya kualitas tanah, yang diakibatkan oleh menurunnya aktivitas organisme tanah dan banyaknya pori-pori tanah, diperlukan bokashi. Peranan bokashi untuk mencegah penurunan kualitas tanah di perkebunan teh Gambung tampak nyata dari hasil percobaan ini.

    c. KTK Tanah

    Hasil analisis uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%, selisih KTK tanah sebelum dan setelah 3 bulan perlakuan mengindikasikan bahwa dalam waktu 3 bulan tidak ada perbedaan nyata antara semua jenis bokashi dan pupuk anorganik yang digunakan terhadap peningkatan KTK tanah. Semua jenis pupuk yang digunakan berpengaruh sama terhadap peningkatan KTK tanah.

    Tidak adanya perbedaan nyata antara setiap bokashi limbah organik dalam meningkatkan KTK tanah diduga karena pH tanah yang rendah (ph H2O 5,2). Menurut Foth (1978) liat silikat membawa muatan negatif permanen yang tidak dipengaruhi oleh pH lingkungan tanah. Dengan demikian muatan pada koloid Andosols sendiri tetap, tetapi ion-ion di sekitar koloid dapat berganti-ganti jenis dan besar muatannya. Berdasarkan hal tersebut, kemungkinannya adalah pH tanah yang rendah menyebabkan koloid menjerap banyak ion-ion H+, sehingga peningkatan KTK tanah oleh koloid (bermuatan negatif) dari bokashi yang diamandemenkan dalam waktu 3 bulan, tidak berbeda nyata.

    d. Hasil Daun Teh

    Berdasarkan hasil analisis uji jarak berganda Duncan untuk produksi daun yang diakumulasikan selama 3 bulan (9 kali pemetikan), diperoleh perbedaan rata-rata yang nyata antara produksi daun dari tanaman yang dipupuk dengan pupuk anorganik dengan produksi daun dari semua tanaman teh yang dipupuk dengan bokashi. Sedangkan produksi daun pada tanaman yang dipupuk dengan bokashi, tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa pupuk anorganik memiliki keunggulan dalam menghasilkan daun teh daripada bokashi.

    Tidak adanya penurunan bobot isi tanah dan peningkatan KTK tanah oleh bokashi-bokashi yang digunakan dalam percobaan ini tampaknya berpengaruh terhadap produktivitas tanah dalam menunjang hasil daun teh. Dengan bobot isi tanah yang tidak menurun oleh kelima jenis bokashi dapat diduga bahwa kemampuan pori-pori tanah untuk menampung air tersedia tidak mengalami peningkatan. Sedangkan KTK tanah yang tidak naik diduga menyebabkan unsur-unsur hara dari bokashi tidak cukup terjerap oleh misel-misel tanah dan koloid-koloid humus. Kemungkinan unsur-unsur hara, yang berupa kation, lebih banyak tercuci oleh air hujan, karena pada saat percobaan ini dilakukan curah hujannya tinggi. Dengan demikian, tanaman teh tidak memperoleh unsur hara yang cukup dari bokashi, terutama nitrogen, yang diperlukan untuk meningkatkan hasil daun teh. Di sisi lain, walaupun bobot isi tanahnya meningkat, tetapi karena KTK tanahnya tidak berbeda nyata dengan yang menggunakan bokashi dan kandungan unsur hara N-nya lebih tinggi daripada bokashi, pupuk anorganik lebih mampu menghasilkan daun teh lebih tinggi daripada oleh bokashi.


Permasalahan Dalam Penanam Kebun Teh


Masalah yang menghinggapi kebun teh adalah keterbatasan biaya untuk memelihara kebun, seperti memberantas hama ataupun pemupukan. Pernah harga pucuk teh anjlok hingga Rp 300,00/kg, sehingga petani teh mengalami kerugian. Akibatnya, kebun pun dibiarkan tidak dipelihara. Padahal, pemeliharaan kebun teh sangat berpengaruh terhadap usia tanaman. Bila tidak dipelihara dengan baik, usia tanaman teh yang seharusnya lebih dari tiga puluh tahun, bisa berkurang drastis.

Keadaan tanaman teh yang tidak sesuai dengan persyaratan tumbuh, penggunaan bibit atau klon-klon yang rentan merupakan suatu predisposisi terjadinya serangan hama dan patogen pada tanaman teh di perkebunan. Hama dan patogen tanaman teh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi tanaman teh.


Kesimpulan

Perkebunan teh merupakan tumbuhan berdaun hijau yang banyak manfaatnya untuk kehidupan manusia setiap harinya. Jenis teh terdiri dari empat kelompok utama diantaranya: teh hijau, teh hitam, teh olong, dan teh putih. Tanaman teh terutama tumbuh di daerah tropis diantara garis balik Cancer dan Capricorn, memerlukan curah hujan hingga 1000-1250 mm per tahun, dengan temperatur ideal antara 10 hingga 30 °C. Tanaman teh tumbuh pada permukaan laut hingga 2400 meter. Pemetikan dilakukan tergantung pada cuaca; tumbuhan baru dapat dipetik dengan interval 7 – 12 hari selama musim pertumbuhan. Masalah yang menghinggapi kebun teh adalah keterbatasan biaya untuk memelihara kebun, seperti memberantas hama ataupun pemupukan. Oleh karena itu kita harus melestariakan sumber daya alam agar tidak tercemar.

Referensi


www.kompas.com

www.wikipedia.com

www.google.com

www.mediaindonesia.com


LINK POWERPOINT:

http://www.scribd.com/full/20787717?access_key=key-wxlb7oac0cb2bf3bcf7